No comments yet

Natal Juga Tentang Kita

NATAL JUGA TENTANG KITA

Oleh:

Ev. Kalvin Budiman

 

Menjelang Natal, biasanya saya sering mendengar orang berkata kurang lebih demikian, “Natal itu tentang Tuhan, bukan tentang kita.” Biasanya kalimat ini diucapkan untuk memotivasi sekaligus menegur panitia Natal atau anggota paduan suara Natal atau mereka yang berlatih drama untuk Natal, supaya mereka lebih terdorong untuk memberikan yang terbaik. Kalimat itu baik dan rohani, tapi kalau kita renungkan pesannya, sebenarnya ada yang kurang. Kalau kita baca Alkitab dengan teliti, Natal sebenarnya adalah juga tentang kita. Ini adalah waktu di mana Allah Bapa sendiri memfokuskan perhatian-Nya ke kita. Mengapa Ia mengutus Anak-Nya yang Tunggal? Karena begitu besar kasih-Nya kepada dunia ini, yaitu kita (Yoh. 3:16). Mengapa Ia mengutus malaikat-Nya kepada para gembala? Karena Allah mau memberikan berita damai di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya (Lukas 2:14); lagi-lagi tentang kita. Kalau masih belum yakin, coba baca Nyanyian Maria (Lukas 1:46-55) dan Nyanyian Zakharia (Lukas 1:68-79). Pesan-pesannya adalah untuk kita, manusia berdosa.

Benar bahwa segala kemuliaan harus bagi Allah saja. Tetapi Natal hanya akan menjadi pengulangan cerita tahun demi tahun tentang betapa besar kasih-Nya Allah dan hilang relevansinya kalau kita hanya berhenti sampai di situ dan kalau kita lupa bahwa Natal adalah juga tentang kita. Natal mengingatkan kita untuk ngaca, bercermin, mengevaluasi diri, dan melihat kepada diri sendiri, mengapa Allah pun begitu peduli kepada kita sampai mengutus Kristus dan bala tentara surga ke bumi! Mengapa Allah Anak sampai mau susah-susah jadi bayi dan mengambil rupa sebagai manusia? Jangan pernah lupa, alasannya adalah karena kita!

Mengapa kita seringkali lupa bahwa Natal adalah juga tentang kita? Kita semua suka cari perhatian. Kita senang menerima perhatian. Kita tersinggung kalau tidak diperhatikan. Tapi yang orang paling tidak suka adalah kalau diingatkan tentang kondisinya yang sebenarnya. Kita semua suka dianggap hebat. Kita tidak suka kalau kita dikasih tahu bahwa kita sebenarnya tidak sehebat yang kita bayangkan. Kita semua suka dibilang paling benar. Pencuri pun, yang jelas-jelas mencuri, akan berdalih waktu diingatkan bahwa perbuatannya salah. Ini adalah kontradiksi yang semua orang bawa. Kita semua suka cari perhatian, tapi tidak suka kalau perhatian tersebut sifatnya menyingkapkan tentang kondisi kita sebenarnya yang sudah rusak, penuh dosa, menyebalkan dan penuh kejelekan.

Natal adalah seperti sebuah cermin yang menyingkapkan tentang kondisi kita yang sebenarnya; bahwa kita ini sebenarnya penipu, serakah, licik, sombong, bebal, pikirannya kotor, tidak menghormati Tuhan, tidak menghormati orangtua, dan seterusnya. Orang yang suka menipu, tidak suka kalau dikasih tahu bahwa ia adalah penipu. Orang yang serakah, tidak suka kalau dibilang serakah. Orang yang licik, tidak suka kalau dibilang licik. Makanya jangan heran kalau di hari Natal pun kita lebih suka memfokuskan perhatian pada cerita Yusuf dan Maria, malaikat dan gembala, atau bahkan kepada betapa besarnya kasih Tuhan. Semua itu baik dan tidak salah. Tapi itu semua kurang dan tidak lengkap. Jangan lupa, sebenarnya Tuhan lakukan itu semua buat siapa? Buat kita! Karena Tuhan tahu bahwa tanpa pertolongan dari Tuhan, kita bukan hanya tidak tahu kalau kita ini berdosa, tapi kita juga tidak akan pernah mampu melepaskan diri dari dosa-dosa yang ada pada kita.

Jadi, mari kita ingat, mengucapkan selamat Natal adalah juga berarti mengucapkan selamat bercermin, selamat sadar diri, selamat merendahkan diri, selamat mengaku dosa, dan selamat merayakan kasih Kristus yang mau mengampuni kita. Tanpa itu semua, kita belum sungguh-sungguh merayakan Natal, kita baru cuma merayakan tradisi Natal.