Mengapa Bukan Mengasihi Musuh?
Ev. Kalvin Budiman
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:13).
Mengapa di Injil Yohanes ini, Yesus berkata bahwa kasih yang terbesar adalah kasih yang ditujukan kepada sahabat, dan bukan kepada musuh kita? Bukankah di Khotbah di Bukit, Yesus berkata bahwa kita harus mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita (Matius 5:44)? Kalau misalnya tetangga kita memusuhi kita, tetapi kita tetap mengasihi dia, bukankah itu adalah bentuk kasih yang lebih mengherankan daripada kasih yang kita tujukan kepada sahabat-sahabat kita?
Di Injil Yohanes ini, Yesus mengajarkan sebuah konsep kasih yang sungguh unik, yaitu konsep kasih yang berkaitan erat dengan pengorbanan Yesus di kayu salib. Kita tidak akan memahami kasih yang Yesus maksud jikalau kita melepaskan kata-kata Yesus ini dari konteks salib. Di samping itu, kita juga membutuhkan kata-kata bijak dalam kitab Amsal untuk memahami makna “sahabat” menurut Alkitab. Jika kita menggabungkan kedua hal ini (berita salib dan makna sahabat menurut Alkitab), maka kita akan memahami bahwa melalui Injil Yohanes, Yesus hendak berpesan sbb:
(1) Kasih sejati tidak dapat dilepaskan dari aspek kesetiaan. Amsal 17:17 berkata, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Pengorbanan Yesus di atas kayu salib adalah sebuah pernyataan kasih yang tidak berhenti di masa lalu, tetapi sebuah bukti bahwa Ia sudah, sedang dan akan terus mengasihi kita, seperti mengasihi seorang sahabat. Seseorang yang kita anggap sebagai sahabat akan terus-menerus kita kasihi. Yang namanya sahabat adalah orang yang kita kasihi bukan hanya untuk satu jam atau satu hari atau satu minggu lalu kita lupakan, tetapi selama-lamanya. Demikian pula, Yesus mau berkata bahwa kasih yang Ia tunjukkan melalui salib adalah kasih yang setia. Ia mengasihi kita setiap waktu, bahkan dalam masa kesukaran.
(2) Kasih sejati bentuknya konkrit. Amsal 18:24 berkata, “Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara.” Menurut Amsal 18:24 seorang sahabat sejati senantiasa “karib” atau “hadir untuk” sahabatnya secara nyata. Kasih yang Yesus tujukan kepada kita adalah kasih yang konkrit. Artinya Yesus tahu obyek yang Ia kasihi. Yesus kenal kita, tahu segala kelemahan kita, tetapi Ia tetap mencintai kita. Buat kita yang tinggal di Amerika, mudah untuk kita berkata berkata bahwa kita mengasihi dan berdoa buat orang-orang yang kelaparan di Afrika; tanpa kita benar-benar mengenal siapa mereka sebenarnya. Jauh lebih sulit untuk mengasihi orang-orang yang benar-benar kita kenal, yang tinggal dekat dengan kita, yang serumah dengan kita, atau yang satu kerjaan dengan kita. Mengasihi secara konkrit pasangan kita, orangtua kita, anak kita, saudara-saudara kita jauh lebih sulit daripada mengasihi orang-orang yang tinggal jauh dari kita, yang kita tidak kenal. Tetapi kasih yang Yesus ajarkan kepada kita adalah kasih yang konkrit, bukan kasih yang abstrak.
(3) Kasih sejati membuat kita bertumbuh dalam kebenaran. Amsal 27:6 berkata, “Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” Persahabatan sejati adalah sebuah relasi yang dinamis, yang kaya dan melimpah, serta membuat kita bertumbuh dalam berbagai macam kebenaran. Kasih yang Yesus nyatakan kepada kita adalah sebuah kasih yang mengandung banyak aspek. Kasih Kristus bukan hanya kasih yang sifatnya memberi, tetapi mendidik kita dalam berbagai-bagai kebenaran, dan terutama menyelamatkan kita dari dosa. Mempraktikkan kasih Yesus dalam konteks persahabatan artinya adalah kita mau saling mendorong dengan sahabat kita untuk bertumbuh bersama-sama dalam kebenaran. Memberi uang kepada pengemis di perempatan jalan adalah sebuah pernyataan kasih yang terpuji; tapi belum merupakan kasih yang sejati. Kasih sejati yang Yesus ajarkan adalah kasih yang membuat dua orang sahabat makin mengenal diri dan makin mengenal Kristus.