JANGAN SALAH BACA 1 KORINTUS 13:13
Ev. Kalvin Budiman
“Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1 Korintus 13:13).
Percaya atau tidak, ada banyak orang membaca ayat di atas seperti membaca sebuah pertanyaan pilihan ganda (multiple choice) yang jawabannya adalah yang ketiga, yaitu kasih. Pilihan satu (iman) dan pilihan kedua (pengharapan) adalah pilihan yang salah. Maksudnya, ada banyak orang yang berdasarkan ayat ini percaya bahwa nilai atau bobot iman dan pengharapan tidak seberapa penting dibandingkan dengan kasih. Kasih saja yang harus kita perhatikan; iman dan pengharapan boleh kita nomor duakan atau tigakan, bahkan kita abaikan. Cara membaca seperti ini bukan hanya salah, tetapi juga berbahaya.
Salah besar apabila berdasarkan 1 Korintus 13:13 kita berpikir bahwa yang paling penting pokoknya mengasihi, mengasihi dan mengasihi karena iman dan pengharapan tidak sebanding nilainya dengan kasih. Padahal karena iman kita diselamatkan (Kisah 16:30-31), karena iman Kristus tinggal di hati kita (Ef. 3;17), karena iman kita berdiri teguh (Roma 11:20), karena iman kita menjalani hidup ini (2Kor. 5:7), karena iman kita menolak godaan iblis (1Petrus 5:8-9), karena iman kita datang kepada Allah (Ef. 3:12; Ibr. 10:22), karena iman kita berlomba dengan tekun dalam perjuangan rohani (1Tim. 6:12), dan seterusnya. Demikian pula, pengharapan yang ada pada kita tidak mengecewakan (Roma 5:5); pengharapan yang ada pada kita mendatangkan sukacita (Roma 12:12); pengharapan yang ada pada kita mencerminkan Kristus sendiri (Kolose 1:27); pengharapan yang ada pada kita adalah pengharapan yang hidup (1Petrus 1:3); pengharapan yang ada pada kita mengarahkan mata rohani kita kepada Allah (1Petrus 1:21), dan seterusnya.
Dengan kata lain, ketiganya adalah fondasi kehidupan rohani kita. Tanpa fondasi yang utuh, seluruh bangunan akan rubuh. Termasuk di 1 Korintus 13:13, saya percaya, maksud Paulus adalah bahwa kasih yang sejati hanya bisa dilahirkan dari iman dan pengharapan yang sejati. Ketiganya: iman, pengharapan, dan kasih, harus terus saling merangkul, saling mengisi dan saling melengkapi (bandingkan dengan 1 Tesalonika 1:2-10; 2 Tesalonika 1:3-5). Kita tidak bisa berkata, karena kita sudah punya iman, maka sekarang fokus kita hanya pada kasih saja. Yang lebih tepat adalah: ketiganya harus terus kita pegang bersama-sama. Iman harus terus kita pelihara kemurniannya; kasih harus terus kita praktikkan; pengharapan harus terus kita perkuat.
Jika kita melepaskan kasih dari iman dan pengharapan, maka kita akan jatuh paling tidak pada dua macam sikap rohani palsu yang berbahaya:
- Satu, kita mentoleransi dosa secara berlebihan. Atas nama kasih, bisa jadi kita akan membenarkan yang salah, dan menyalahkan yang benar. Kita anggap semua baik, semua benar. Kita tidak mau menegur dosa karena tidak mau menyinggung perasaan orang lain.
- Dua, kita menerima semua kepercayaan. Atas nama kasih, bisa jadi kita tidak lagi dapat atau tidak mau dan malas membedakan ajaran mana yang benar dan ajaran mana yang salah. Semua baik, semua benar, mari kita hidup dalam “kasih.” Jangan berkata ajaran yang ini benar dan yang itu salah karena hal itu hanya akan membuat tembok pemisah, menyebabkan permusuhan dan sebuah bentuk kesombongan.
Itu semua adalah bentuk kasih yang palsu. Kasih yang dilepaskan dari iman dan pengharapan yang sejati pada akhirnya justru akan merontokkan bangunan rohani kita sendiri.
Jadi mengapa di 1 Korintus 13:13 Paulus berkata bahwa kasih adalah “yang terbesar”? Pertama, karena konteks dan situasi jemaat dalam surat 1 Korintus. Jemaat penerima surat ini sedang ada dalam perselisihan besar (1Kor. 3:1-9). Jemaat ini mengalami perpecahan karena sekelompok orang meninggikan pemimpin yang satu, dan kelompok-kelompok yang lain meninggikan pemimpin-pemimpin yang lain. Di samping itu, anggota-anggota yang kaya memandang rendah mereka yang kurang mampu (1Kor. 4:6-21). Banyak di antara mereka juga yang bertengkar sampai ke pengadilan (1Kor. 6:1-11). Mereka juga hidup dalam percabulan dan kehidupan rumah tangga yang kacau (1Kor. 6:12-20; 1Kor. 7-40). Jemaat Korintus juga terpecah belah karena ada sebagian orang yang menganggap karunia-karunia tertentu lebih berharga daripada karunia-karunia yang lain (1Kor. 12-14). Dengan kata lain, jemaat Korintus kehilangan aspek penting dalam kehidupan mereka bersama, yaitu praktek kasih. Padahal kasih adalah aspek yang kelihatan (visible) dari iman dan pengharapan. Kasih sifatnya eksternal; iman dan pengharapan sifatnya internal.
Kedua, kasih disebut “yang terbesar” karena, seperti yang Paulus katakan di 1Kor. 13:8-12, memang pada akhirnya ketika iman dan pengharapan sudah disempurnakan, kasih akan terus kita alami; semua orang percaya akan hidup dalam wujud kasih yang disempurnakan. Itu benar dan tidak salah. Tetapi, dalam kehidupan kita sekarang ini, memelihara iman dan pengharapan tetap sama pentingnya dengan memelihara dan mempraktikkan kasih. Kasih adalah bagian tak terpisahkan dari iman dan pengharapan (Yakobus 2:18). Mari kita tidak memisahkan yang satu dari yang lainnya.