Comments are off for this post

Bersukacitalah Senantiasa

Bersukacitalah Senantiasa
Author: Pastor Wilson Suwanto
Posted on: 2014-07-25 20:41:41

Semua orang mengejar kebahagiaan. Tanpa kebahagiaan, segala sesuatu tidak berarti. Dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika, ada tulisan yang mengatakan bahwa manusia diberikan hak oleh Penciptanya, yaitu: hak hidup, hak merdeka, dan hak untuk mengejar kebahagiaan. Jauh sebelum itu, filsuf Yunani bernama Aristoteles menjelaskan bahwa semua orang mempunyai satu tujuan akhir: kebahagiaan, dan bagaimana supaya kebahagiaan itu tidak akan pernah hilang.

 

Sayangnya, pengejaran kebahagiaan itu tidak selalu tercapai. Dan, tidak ada kebahagiaan yang tidak bisa hilang. Kecelakaan bisa menghancurkan kebahagiaan seseorang. Kematian bisa menghancurkan kebahagiaan sebuah keluarga. Kemiskinan menghancurkan kebahagiaan seorang anak. Kebahagiaan itu sangat tergantung pada situasi, dan situasi bisa berubah setiap saat. Kebahagiaan itu terbatas oleh situasi. Kebahagiaan itu juga terbatas oleh keadaan emosi seseorang saat itu. Kebahagiaan itu bisa lenyap setiap saat. Dan, mengejar kebahagiaan itu melelahkan emosi seseorang, sehingga ketika “kebahagiaan” itu tercapai, dia tidak bisa lagi menikmati kebahagiaan itu. Artinya, dia tidak bahagia sama sekali.

 

Tuhan menawarkan sesuatu yang berbeda dari dunia, yaitu: sukacita. Sukacita berbeda dari kebahagiaan. Sukacita itu kekal, kebahagiaan itu sementara. Sukacita itu tidak tergantung pada situasi atau perasaan. Sukacita itu mengalir keluar kepada orang lain, sementara kebahagiaan banyak disimpan sendiri. Demi mengejar kebahagiaan, banyak orang gagal menguasai diri atau self-control. Mereka berpesta-ria, mabuk-mabukkan, mengucapkan apa yang tidak pantas, melakukan apa yang tidak seharusnya. Sebaliknya, seorang yang bersukacita menguasai dirinya dengan baik. Sukacita dan penguasaan diri adalah buah dari Roh Kudus.

 

Kebahagiaan bersifat terbatas dan sementara karena berasal dari ciptaan. Manusia mencari kebahagiaan dari hal-hal yang fana, misalnya: uang, kuasa, benda, manusia lainnya, dsb. Bukan hanya ciptaan itu terbatas, ciptaan sudah tercemar dosa. Uang, kuasa, dan materi banyak disalah-gunakan.

 

Sebaliknya, sukacita tidak terbatas dan bersifat kekal karena berasal dari Pencipta. Tuhan adalah sumber sukacita kita. Tuhan tidak terbatas dan kekal adanya, karena itu sukacita yang berasal dariNya juga bersifat kekal, dan tidak terbatas oleh situasi atau suasana hati.

 

Sukacita itu datang dari damai. Hanya orang percaya yang bisa menikmati sukacita sejati karena mereka telah memperoleh damai sejati. Pengorbanan Kristus di salib mendamaikan kita dengan Allah. Dosa-dosa kita dihapuskan, dan kita tidak lagi hidup di bawah kuasa dosa. Ketika kita mempunyai jaminan yang pasti seperti demikian, tentu kita akan bersukacita. Damai sejahtera adalah dasar sukacita. Orang mengejar kebahagiaan sehingga nanti beroleh damai. Sebaliknya, orang percaya bersukacita karena telah menerima damai dari Tuhan.

 

Orang mengejar kebahagiaan karena ia takut nanti tidak bahagia. Dasar kebahagiaan adalah ketakutan, dan kalau sudah bahagia, ada ketakutan kalau kehilangan kebahagiaan itu. Sebaliknya, seorang Kristen beroleh damai sejati dari Tuhan. Artinya, dia tidak merasa takut.Tuhan telah memberikan jaminan yang pasti. Karena tidak ada ketakutan, seorang percaya merasa damai. Karena damai itu tetap selamanya, ia bisa bersukacita. Dan, ia tidak pernah takut kehilangan sukacita karena sukacita tidak tergantung pada situasi atau suasana hati atau ciptaan yang fana. Sukacita itu kekal sama seperti Tuhan yang memberikannya.

 

Itu sebabnya Paulus menasihatkan kita supaya bersukacita senantiasa. Bahkan ia mengulangi kembali diayat yang sama: “Sekali lagi kukatakan, bersukacitalah” (Fil. 4.4). Paulus kemudian melanjutkan di ayat 7, “Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu di dalam Kristus Yesus.” Damai dan sukacita. Sukacita dan damai.