Comments are off for this post

KRISTUS PUSAT TUJUAN HIDUPKU

KRISTUS PUSAT TUJUAN HIDUPKU
Author: Ev. Kalvin Budiman, Ph.D.
Posted on: 2015-04-21 21:12:40
   

Pengantar:

Hari lewat begitu cepat, sekarang kita sudah hampir melewati bulan April 2015. Umur bertambah!

Apa yang sudah kita capai sampai hari ini? Sudahkah kita sampai kepada tujuan hidup kita?

Apa tujuan hidupmu? Spesifiknya, apa tujuan rohani dalam hidup Anda sebagai orang Kristen?

 

Matius 26:1 Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada murid-murid-Nya: 

2 “Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan.”

Ayat ini menunjukkan tujuan hidup Yesus.

Yesus memiliki tujuan hidup yang jelas

Yesus berkata, “Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan.” Bagaimana mereka bisa tahu? Yah, mereka tahu karena Yesus sudah pernah sebanyak dua kali memberitahukan kepada mereka kalau Dia akan disalibkan. Pertama di Matius 17:23, dan yang kedua di Matius 20:18 dan 19. Jadi, ini adalah kali ketiga Yesus memberitahu mereka bahwa Dia akan disalibkan. Namun kali ini Yesus berkata bahwa waktunya sudah tinggal dua hari lagi.

Yesus memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas, yaitu salib! Dan Dia melangkah dengan pasti menuju salib itu. Segenap hidup-Nya memiliki arah yang jelas. Arah itu adalah menuju ke kayu salib dan kepada penebusan dosa kita. Pandangan-Nya terarah ke kayu salib. Dan seluruh hidup-Nya bergerak dengan pasti menuju ke arah itu. Dia tidak berputar-putar tanpa tahu menuju ke mana. Sejak awal Yesus sudah tahu kalau Dia akan menuju ke mana. Salib sudah terpampang jelas di hadapan-Nya.

Hal yang mengherankan adalah bahwa Yesus menyatakan hal tsb. dengan ketenangan dan tekad yang mantap. Tidak ada nada ketakutan kalau dalam beberapa hari lagi Dia akan disalibkan dan mati dengan mengerikan. Dia juga tidak menyampaikan hal ini secara berlebihan. Dia tidak mendramatisirkan hal tsb. Dia berbicara dalam ketenangan seseorang yang tahu persis ke mana arah tujuan segenap hidup-Nya. Dan sekarang akhirnya, Dia sudah mulai sampai kepada tujuannya. Tujuan itu akan tercapai hanya dalam hitungan hari saja. Semakin memikirkan hal ini, semakin mengherankan! Saya melihat pola ini berlangsung di sepanjang hidup-Nya. Dia bergerak dengan jelas arah tujuan-Nya. Dia tahu persis ke mana Dia akan melangkah. Yesus melangkah maju di dalam suatu urut-urutan yang telah direncanakan.

Hal ini segera menjadi suatu poin yang jelas bagi kita. Sebagai pengikut-Nya kita juga harusmengarah ke tujuan yang sama dengan-Nya. Seorang murid, sesuai dengan definisinya, adalah seseorang yang mengikuti jejak gurunya. Dia akan melangkah ke mana gurunya melangkah. Masalahnya, tahukah Anda ke mana Anda akan melangkah? Apakah hidup Andamenunjukkan kepastian? Apakah Anda memiliki arah tujuan yang jelas dan teguh? TahukahAnda ke mana dan bagaimana Anda harus melangkah?

Rasul Paulus juga memberikan kita pesan yang sama. Dia tahu persis akan menuju ke mana. “Berlari-lari kepada tujuan.”Filipi 3:14. Mungkin kita sering mendengar orang mengutip ayat ini. Namun ketika ditanyakan, “Apa itu tujuannya?” Tidak jarang kita tidak mendapatkan jawabannya. Ke arah mana Anda akan berlari-lari? Bagaimana Anda bisa melangkah kalau Anda bahkan tidak tahu arah tujuan Anda? Bagaimana Anda akan melangkah jika Anda tidak tahu di mana tujuan itu berada?

Dari awal kita sudah melihat adanya kejelasan maksud dan arah tujuan di dalam diri Yesus. Pernyataan pertama dari Yesus tentu saja adalah pernyataan yang dibuat-Nya saat berusia dua belas tahun yang dicatat di Lukas 2:49. Di usia semuda itu, kejelasan arah tujuannya sudah terlihat. Yesus serta keluarganya pergi ke Yerusalem dan ketika pulang kembalikampung-Nya, Yesus tidak ditemukan di antara rombongan. Maria dan Yusuf mencari ke berbagai tempat. Dan akhirnya di manakah mereka menemukan-Nya, di dalam Bait Allah.

Lukas 2:49 Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”

Di bagian ini ditulis ‘di dalam rumah Bapaku.’ Ini terjemahan yang tidak terlalu jauh dari arti harfiahnya. Di dalam bahasa Yunaninya tidak terdapat kata ‘rumah’. Kalimat ini bisaditerjemahkan sebagai, “Tidakkah kamu tahu, bahwa aku harus terlibat di dalam perkara-perkara Bapaku?” Terjemahan ini tentunya terlalu harfiah. Salah satu dari berbagai perkara yang berkaitan dengan Bapa, tentu saja adalah Bait Allah. Itu adalah rumah-Nya. Di dalam pengertian tersebut, terjemahan baku memang tidak salah. Namun terjemahan baku tersebut mempersempit cakupannya karena Yesus sedang berbicara tentang ‘perkara-perkara Bapa’, yang mencakup Bait Allah itu.

Dari sini kita tahu kalau sejak usia dua belas, Yesus sudah sibuk dengan perkara-perkara Allah. Perkara-perkara dari Allah adalah hal-hal yang menyita pikiran-Nya. Kalau ada anak, adik, cucu, atau teman muda
Anda  yang sekarang berusia sebelas atau dua belas tahun, Anda tidak perlu merasa merekaterlalu muda untuk memusatkan perhatian mereka kepada perkara-perkara dari Allah, seperti yang pernah dilakukan oleh Yesus. Mestinya kita bersyukur! Kita mesti mendukung kalau mereka misalnya mau ikut mission trip ke Los Angeles, mau ikut paduan suara, mau ikut Bible study atau Kids EE.

Pernyataan terakhir dari Yesus juga memperlihatkan arah tujuan-Nya yang teguh. Pernyataan terakhirnya yang tercatat sebelum Dia mati ada di Yohanes 19:30. Ini adalah pernyataan yang terkenal dari Yesus: “Sudah selesai [It is finished].” Dapatkah Anda memahaminya? Artinya sudah genap! Hal itu sudah terlaksana. Pernyataan-Nya yang terakhir itu menegaskan suatu penyelesaian. Apa yang sudah selesai?  It is finish – ‘It’adalah misinya. Tugas yang dikerjakan-Nya dengan tekun di sepanjang hidup-Nya, dan sekarang Dia dapat berkata, di dalam napas-napas terakhir-Nya, “Sudah selesai. Aku telah menyelesaikannya, sudah terlaksana.” Sudah genap! Misi telah dijalankan tuntas.

Rasul Paulus tahu tujuan hidupnya

Kata-kata Yesus ini juga terlihat di dalam ucapan rasul Paulus ketika dia sendiri akan menghadapi hukuman mati.

Di 2 Timotius 4:7, Paulus berkata, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir.” Dia telah mencapai garis finish. Dia telah sampai di garis akhir, dan dia telah menyelesaikan tugasnya – “Aku telah mengakhirinya.” Paulus tidak berhenti di tengah jalan. Sampai pada akhirnya, tugas yang telah dipercayakan oleh Allah kepadanya telah diselesaikannya. Tugas apa yang telah dipercayakan oleh Allah kepada Anda? Kalautidak, bagaimana Anda bisa tahu apa yang harus diselesaikan? Berapa banyak dari kita yang bisa mati dengan keyakinan yang sama seperti Rasul Paulus? “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir.”

Paulus tahu arah tujuannya. Itu sebabnya dia bisa mencapai garis akhir. Maksud saya, jika Anda kuliah dan mengambil jurusan A misalnya, kemudian Anda ganti jurusan lain lalu belum selesai sudah mengambil jurusan B, dan berbagai macam jurusan, lalu bagaimana Anda bisa menyelesaikan studi Anda jika Anda bahkan tidak tahu apa yang mau Anda pelajari? Anda harus masuk ke dalam satu bidang pelajaran dan bertahan di sana, maka Anda akan bisa melanjutkan sampai ke ujian akhir. Kemudian Anda dapat berkata, “Aku telah menyelesaikannya.”

Jika Anda berputar-putar tanpa arah di sepanjang hidup Anda, lalu ketika Anda sedang menghadapi ajal, bisakah Anda mengatakan, “Aku telah menyelesaikan tujuan hidupku”? Saat itu mungkin Anda masih bertanya-tanya, “Apa, sebenarnya tujuan hidupku ini? Hampir di garis akhir hidupku tetapi, apa sebenarnya tujuan hidupku?” Maksudnya, menyelesaikan hidup tidak sama dengan menyelesaikan tujuan hidup! Apa tujuan hidup dan misi Anda?

Dari Alkitab dan hidup Tuhan Yesus kita bisa ambil paling tidak empat tujuan hidup setiap kita.

1.  Tujuan hidupku: memuliakan Allah

Pemahaman tentang tujuan yang satu ini selalu terlihat di dalam ajaran Yesus. Yesus menyampaikan doa terakhirnya di Yohanes 17:4. Dia mengatakan, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Dengan cara bagaimana Yesus memuliakan Allah? Dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.

Pada saat itu, Yesus telah menyelesaikan tugas-Nya yaitu meletakkan dasar bagi Jemaat. Dia telah memperlengkapi murid-murid-Nya. Dan Yesus melanjutkan doa dengan berkata,“Aku berdoa bagi mereka, tetapi bukan hanya bagi mereka saja, melainkan bagi semua yang percaya pada-Mu. Akan tetapi semua yang telah Kau percayakan pada-Ku, tak satupun yang hilang dari tangan-Ku; Aku telah mempersiapkan mereka untuk mengerjakan tugas yang menanti mereka. Aku telah menyelesaikan pekerjaan-Ku, Aku telah memuliakan nama-Mu.”Apakah pekerjaan Anda? Dapatkah Anda menyampaikan doa semacam itu di akhir hidup Anda? Dapatkah Anda berkata, “Aku telah memuliakan nama-Mu di bumi; aku telah menyelesaikan tugasku – tugas yang telah Kau berikan kepadaku”?

Pemahaman tentang arah dan tujuan ini dapat kita lihat di sepanjang hidup Yesus.

Yohanes 12:23 Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.”

Jika Anda memahami Injil Yohanes, ‘dimuliakan’ berarti mati. Kita dimuliakan dalam kematian kita. Begitulah cara unik Yohanes menyatakan hal ini. Saat dia berbicara tentang Anak Manusia yang ditinggikan, maksudnya adalah ‘dimuliakan’. Segenap arah tujuan hidupYesus adalah menuju pada saat ditinggikan di kayu salib.

2.  Tujuan hidupku: memberi diri seutuhnya

Yohanes 12:24-25 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”.

Perhatikan ayat 24 yang berbicara tentang biji gandum, yang menunjuk kepada Yesus (ayat 23). Dan ayat itu juga menunjuk kepada kita (ayat 25). Ayat 24 ini adalah ayat transisi. Hal yang berlaku atas Yesus juga berlaku atas kita! Dia adalah Biji Gandum, dan kalau Dia tidak mati, seperti biji gandum lainnya, maka Dia akan tinggal sendiri! Namun jika Ia mati, maka Ia akan menghasilkan banyak buah. Dan Yesus melanjutkan, “Hal yang sama berlaku padamu. Jika kamu mempertahankan nyawamu, kamu sebenarnya sedang kehilangan nyawamu. Tetapi jika kamu bersedia mati dan bersedia kehilangan nyawamu, sebenarnya kamu sedang memeliharanya sampai ke hidup yang kekal.

Yesus adalah Benih yang pertama. Satu benih! Satu benih yang terasing ketika Dia datang ke dunia! Dia jatuh ke tanah dan mati. Lalu apa yang tumbuh? Yang dihasilkan adalah sekumpulan murid yang lahir baru! Sekelompok kecil saja! Satu benih yang jatuh ke tanah akan menghasilkan setangkai gandum. Setangkai gandum mungkin berisi tigapuluh, empatpuluh atau limapuluh biji gandum. Jadi, satu biji yang jatuh ke tanah itu bisa menghasilkan tiga, empat atau limapuluh biji lainnya. Demikianlah Yesus melanjutkan uraian-Nya dalam beberapa ayat itu, sampai dengan ayat 27.

Yohanes 12:27Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? ‘Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini’? Tidak, aku tidak akan mengatakan hal itu! Aku tidak akan berkata, ‘Bapa, selamatkanlah aku dari saat ini.’ Aku tidak akan berkata, ‘Bapa, selamatkanlah aku dari penyaliban.’ Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Sebab untuk itulah Aku datang ke dunia – untuk sampai ke titik ini. Segenap hidupKu tertuju ke arah ini, terpusat pada salib. Aku tidak suka kematian. Aku jelas tidak suka disalibkan. Pikiran akan hal itu memang menggangguKu, tetapi Aku tidak akan berpaling dari tujuan itu; Aku tidak akan berkata, ‘Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini.’ Aku akan berkata, ‘Jika itu merupakan kehendakMu,  Bapa, maka Aku akan melanjutkan ke kayu salib.”

3.  Tujuan hidupku: berjalan dalam terang

Arah tujuan Yesus selalu terlihat jelas di hadapanNya.

Yohanes 12:35 Kata Yesus kepada mereka: “Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi”.

Perhatikan kata-kata tersebut. Orang yang berjalan dalam kegelapan tidak tahu ke mana dia akan menuju. Orang yang berjalan dalam kegelapan tidak memiliki pemahaman tentang arah tujuan. Orang yang berjalan dalam kegelapan tidak memiliki petunjuk ke mana diaakan pergi! Apakah Anda tahu ke mana Anda akan pergi? Apakah Anda berada di dalam terang atau gelap? Apakah Anda memahami tentang arah tujuan Anda, arah tujuan rohani Anda? Jika tidak, seperti yang dikatakan oleh Yesus, mungkin Anda sekarang ini sedang melangkah di dalam kegelapan. Anda masih tidak tahu di mana Anda berada sekarang ini; Anda masih belum dibebaskan dari belenggu dosa; Anda masih belum masuk ke dalam kebaruan hidup. Yesus adalah terang dunia!

Kalau Anda sedang menyetir mobil di daerah asing di malam yang gelap gulita lalu tiba-tiba lampu mobil mati. Apa yang terjadi? Apa yang Anda akan lakukan? Tidak bisa meneruskan perjalanan dalam gelap. Bisa tersasar atau masuk jurang! Lalu, tiba-tiba Anda melihat ada terang di depan maka, ada harapan. Anda mengikuti terang tsb sehingga bisa keluar dari kegelapan dan sampai pada tujuan.

 

Selalulah berjalan dalam terang Yesus. Ikutlah petunjuk Firman-Nya yang merupakan “pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita”

 

 

4. Tujuan hidupku: Komitmen total

Lukas 14:33 Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku”.

Tuntutan Yesus tidak kurang dari apa yang kita sebut sebagai “komitmen total”. “Tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” Mengapa? Karena seseorang yang berkomitmen adalah orang yang mau melepas semua yang mengikatnya dan menghalanginya untuk berkomitmen.

Contohnya seorang tentara. Dia tidak bisa berkata, “Saya tidak mau berperang, saya tidak mau mati di medan pertempuran”. Ini artinya dia di tempat yang salah! Sebab seorang tentara harus siap mati, itu komitmentanya waktu masuk militer. Kalau tidak rela mati jangan jadi tentara!

Apakah Anda berkomitmen pada tujuan hidup yang sama dengan Kristus?

Kata-kata Yesus di ayat ini  adalah arah tujuan Anda dan saya. Jika Anda buang kalimat tersebut, maka Anda tidak memiliki arah tujuan lagi. Itulah arah tujuan Yesus. Dapatkah Anda melihatnya? Apakah arah tujuanNya? Yesus sudah mengatakannya, “Pikullah salibmu dan ikutlah Aku. Aku pergi ke sana, dan kamupun mengikut Aku.

Kita sudah melihat apa yang menjadi arah tujuan bagi Yesus. Tujuan dalam hidupNya, mulai dari awal sampai akhir, adalah menyerahkan nyawaNya bagi penebusan dosa kita, bagi keselamatan Anda dan saya dan semua orang. Mari, berkomitmen dengan mengikut Dia dengan setia, berkorban, memikul salib melayani orang lain, menyelamatkan orang lain dari ikatan dosa dan maut.

Tuhan Yesus memberkati.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5. Tujuan hidupku: hidup bagi keselamatan orang lain

Saudara-saudariku, disampaikan dengan cara sederhana: Anda dan saya dipanggil untuk misi dan tugas ini, bukan sekadar untuk diselamatkan, melainkan kita sendiri menjalani hidup demi keselamatan orang lain. Ini harus dijadikan tujuan. Dan tujuan ini bukanlah suatu pilihan! Maaf, ajaran Yesus mengenai hal ini memang tidak memberi pilihan pada kita. Anda bukanlah seorang murid, atau Anda bukanlah seorang Kristen, menurut definisi Yesus, jika hal ini belum menjadi tujuan hidup Anda: Yaitu mulai titik ini, Anda menjalani hidup demi keselamatan orang lain, Anda hidup demi keselamatan umat manusia. Jika Anda melakukannya, maka berarti Anda telah memikul salib dan mengikut jejak Yesus. Mulai saat ini, Anda tidak hidup bagi diri Anda sendiri lagi. Anda hidup demi keselamatan saudara Anda, demi keselamatan orang ini dan itu. Segenap hidup ini Anda jalani bagi orang lain. Jika Anda tidak menyukai hal ini, Anda tidak menyukai cara hidup seperti ini, maka lupakan saja urusan menjadi orang Kristen. Saya berbicara kepada Anda seterang dan segamblang ucapan Yesus, karena memang itulah yang dikatakan oleh Yesus. Hal itu bukan perkataan pribadi saya. Itulah yang dikatakan oleh Yesus: “Kecuali jika kau pikul salibmu, jika kau lepaskan segalanya demi kepentingan orang lain, kamu tidak bisa menjadi muridku. Jangan menyebut dirimu Kristen.”

Di dalam Alkitab, seorang murid dan seorang Kristen itu sama saja; keduanya tidak menjelaskan hal yang berbeda. Seorang murid adalah seorang Kristen. Dan orang Kristen adalah sebutan lain dari murid; bukannya dua tingkatan sebagaimana yang sering disalah-mengerti oleh banyak orang – bahwa Anda berada di tingkatan yang lebih rendah sebagai orang Kristen dan masuk ke tingkatan yang lebih tinggi sebagai seorang murid. Yah, Anda bisa menciptakan doktrin Anda sendiri, tetapi itu tidak ada di dalam Alkitab. Alkitab memberitahu kita bahwa Kristen adalah sekadar nama lain dari murid.

Dan Anda tidak bisa menjadi seorang murid kecuali jika Anda memiliki tujuan hidup yang sama dengan Yesus. Jika Anda tidak suka tujuan hidup tersebut, lupakanlah hal menjadi seorang Kristen, karena Anda tidak tahu apa arti menjadi seorang Kristen! Anda tidak siap untuk mengarah ke tujuan yang sama. Dan sekalipun Anda menyebut diri Anda Kristen, maka yang terjadi pada Anda adalah bahwa Anda akan berjalan dalam kegelapan, tidak tahu harus melangkah ke mana, membenturkan kepala ke tembok rohani yang ini dan yang itu, dan dengan semangat yang patah Anda berkata, “Mengapa Allah tidak mendengarkan saya? Mengapa ketika saya berdoa, Dia tidak mau mendengarkan saya?” Tentu saja, Dia tidak akan mendengarkan Anda, karena Anda belum memenuhi syarat sebagai seorang murid yang telah diajarkan oleh Yesus! Satu-satunya hal yang bisa Anda minta dariNya adalah untuk mengubah segenap arah tujuan hidup Anda, untuk mengijinkan Anda menjadi seorang murid. Selanjutnya, pengalaman doa Anda akan menjadi sangat berbeda!

Perhatikan keyakinan di dalam kata-kata Yesus dalam Yohanes 11. Dia berkata, “Bapa, Aku tahu bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku,” di saat Yesus akan membangkitkan Lazarus dari kematian. Dia tahu bahwa Bapanya selalu mendengarkannya. Punyakah Anda keyakinan itu?

Saya benar-benar yakin bahwa Allah akan mendengar, Dia akan mengabulkan. Luar biasa! Dan keyakinan ini bukan kepada diri saya. Melainkan kepada Allah, karena dengan kasih karuniaNya, saya bisa memiliki arah tujuan yang sama dengan Yesus. Keyakinan ini bukanlah sesuatu yang alami. Secara alami, saya adalah seorang yang sangat egois – mementingkan diri sendiri, sama seperti orang lain, mungkin bahkan lebih buruk daripada orang lain. Akan tetapi Allah telah mengubah arah tujuan hidup saya. Dan Dia masih bekerja mengubahnya, karena saya masih jauh dari sempurna. Seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus, “Bukan karena aku telah mencapai kesempurnaan itu, tetapi aku terus berlari-lari mencapai tujuan. Dan tujuan itu adalah menyerahkan nyawa bagi orang lain.”

Saudaraku, Anda hanya bisa mengaku diri sebagai orang Kristen jika Anda memiliki tujuan hidup yang sama dengan Yesus; seperti yang telah dilakukan oleh rasul Paulus. Dia berkata di dalam Timotius, “Aku menanggung segalanya bagi orang-orang yang telah terpilih. Aku hidup bagi orang-orang yang terpilih. Aku mati bagi orang-orang yang terpilih.” Dan kita harus bersedia untuk dicurahkan sebagai korban persembahan bagi yang lain, mengikuti jejak langkah Yesus. Seperti yang dikatakan oleh Paulus, “Aku meniru (atau meneladani) Kristus, dan kamu tirulah aku sebagaimana aku telah meniru Kristus.” Kita semua berangkat menuju ke arah yang sama. Kita semua memikul salib kita.Kita semua akan menyerahkan nyawa kita bagi para saudara kita.

Kehidupan Kristen diawali dengan penyerahan hidup Anda. Apa yang harus Anda lakukan di waktu Anda dibaptis? Saat di baptis, Anda mati, hal inilah terjadi saat Anda dibaptis jika Anda tahu apa yang Anda lakukan. Jika pendeta Anda tidak pernah memberitahu Anda apa yang terjadi saat Anda dibaptis, kiranya Allah berbelas kasihan padanya, karena dia harus mempertanggungjawabkan banyak hal. Saat dibaptis, Anda mati. Anda mati dalam artikata Anda melepaskan cara hidup lama Anda, atau kelakuan lama Anda. Anda melakukan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Yesus di Lukas 14:33 ini. Anda telah melepaskan cara hidup lama Anda. Anda telah melepaskan dosa-dosa Anda. Anda telah melepaskan ambisi-ambisi egois Anda. Itu sebabnya Anda dibaptis. Baptisan menegaskan bahwa Anda telah berhenti dari cara hidup yang lama. Sekarang Anda memiliki tujuan hidup yang sama dengan Yesus.

Gereja: Sarana pilihan Allah bagi keselamatan umat manusia

Setiap orang Kristen sejati memiliki arah tujuan yang jelas ini di dalam benaknya: Pembangunan jemaat Kristus – membangun jemaat sebagai alat yang dipakai oleh Allah bagi keselamatan umat manusia. Gereja adalah alat pilihan Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Dengan demikian jika saya ingin menjalani hidup dan mati saya bagi keselamatan umat manusia, saya harus memulai dari titik di mana Yesus memulai. Yaitu dengan gereja! Gereja adalah instrumen, alat, menara jaga, bait tempat orang-orang datang dan diselamatkan, tempat di mana mereka bisa menyembah Allah, tempat untuk bersekutu dengan Allah. Kita diperintahkan untuk membangun bait Allah. Di dalam 1 Kor 3:10 dan selanjutnya, Paulus menyebut dirinya sebagai seorang tukang bangunan. Lalu dia melanjutkan, “Setiap orang dari kalian juga akan terlibat di dalam tugas membangun ini.” Membangun apa? Membangun bait Allah. Di dalam ayat sebelumnya, yaitu ayat 9, dia berbicara tentang bangunan Allah; dan di dalam ayat 16 & 17 dst., dia berbicara tentang bait Allah. Dan bagian tentang pembangunan tersebut disisipkan di antara dua pernyataan tentang pembangunan bait.

Dan dia berkata, “Aku membangun bait Allah, dan kamu – setiap orang dari kamu – harus ikut membangun. Ada yang membangun dengan jerami, ada yang dengan kayu, dan ada yang dengan batu permata – yang jelas kamu harus ikut membangun. Kamu harus membangun bait Allah.” Cukup aneh, kebanyakan penafsir secara individualistis menekankan bahwa pembangunan tersebut adalah pembangunan diri seseorang menurut suatu pemahaman rohani. Mungkin maksudnya berarti membangun diri Anda menjadi orang yang lebih ramah, lebih rohani dalam satu atau lain hal.

Akan tetapi saya ingin menyampaikan bahwa Anda tidak akan bisa menjadi lebih rohani, Anda tidak akan bisa menjadi serupa dengan Krsitus sebelum Anda memiliki pikiran yang sama dengan Yesus, yaitu, menjalani hidup dan mati bagi orang lain. Tidak ada gunanya pergi ke biara dan menghabiskan 20 jam berdoa untuk membangun diri Anda, menjadi lebih suci, membaca Alkitab sampai kaca mata Anda menjadi semakin tebal. Tidak ada gunanya selama tujuan hidup Anda belum benar. Apa gunanya semua itu? Anda masuk sekolah agama dan mendapatkan gelar, lalu Anda mengejar lebih banyak gelar lagi, dan kaca mata Anda menjadi semakin tebal, baiklah, memang ada bagusnya. Akan tetapi tidak ada gunanya, karena kecuali jika tujuan hidup Anda sudah sama dengan tujuan hidup Yesus, semua itu tidak akan ada gunanya – semua itu sia-sia saja. Membangun diri Anda sendiri tidak akan menghasilkan apa-apa bagi Anda – sebelum kita memiliki tujuan hidup yang sama dengan Yesus.

Akan tetapi begitu banyak penafsir yang mengira bahwa ayat ini menyatakan hal itu. Mereka tidak memikirkan tentang orang lain, mereka hanya memikirkan diri mereka saja, bahwa kita ini sedang membangun diri kita sendiri. Apa tujuannya? Apakah garis akhirnya? Garis akhirnya adalah Anda menjadi lebih rohani. Namun ijinkan saya memberitahu Anda: Tidak mungkin, tidak mungkin Anda bisa membangun diri Anda sendiri menjadi lebih rohani. Anda bisa saja mengunci diri dalam biara sampai sepuluh tahun, merusakkan celana Anda dengan berlutut, berdoa dan berdoa. Apa gunanya? Tuhan berkata, “Bangunlah! Tidakkah engkau lihat orang-orang binasa di luar sana? Lihatlah kondisi gereja. Keluar dan lakuanlah sesuatu! Dan kalau kamu sudah memiliki tujuan hidup tersebut di dalam dirimu, datang dan berbicaralah tentang masalah-masalah khusus dengan-Ku dan Aku akan menjawab semua doa itu bahkan melampaui hal yang bisa kau minta atau kau pikirkan.”

Ada kekristenan semu, yang sebenarnya hanyalah keegoisan semata. Keegoisan murni – yaitu membangun diri sendiri, menambah pengetahuan tanpa ikut masuk ke dalam tujuan hidup yang sama dengan Kristus. Mari dengan setulusnya kita membiarkan Tuhan menyelidiki hati kita.

Apakah garis akhirnya? Bagi Paulus, garis akhirnya adalah memperoleh Kristus. Ya, tapi bagaimana? Melalui persekutuan di dalam penderitaan Yesus, kata Paulus dalam Flp. 3:10. Bagaimana Anda bisa masuk ke dalam persekutuan dalam penderitaannya jika Anda tidak masuk ke dalam tujuan hidup yang sama dengannya? Anda baru bisa masuk ke dalam persekutuan dalam penderitaannya jika Anda berjuang untuk menyelesaikan pekerjaan yang sama dengannya.

Itulah poin yang harus kita pahami dengan sangat jelas. Saya memohon kepada Allah agar setiap orang di sini mengerti sepenuhnya, dengan terang dan jelas, tentang apa yang harus menjadi tujuan hidup Anda jika Anda adalah seorang Kristen; tidak boleh ada lagi cara hidup demi diri Anda sendiri. Pekerjaan Anda bukanlah prioritas jika Anda seorang Kristen. Profesi Anda bukanlah prioritas jika Anda seorang Kristen. Tidak ada prioritas lain selain Allah dan kebenaran-Nya dan kerajaan-Nya. Anda menjalani hidup hanya bagi Dia. Semua yang lain berada di nomor belakang. Segenap arah dan tujuan Anda adalah bagi keselamatan umat manusia, sama seperti arah tujuan Yesus. Dan dalam rangka mencapai hal ini, Anda membangun umat Allah; Anda membangun gereja-Nya, sebagai alat yang dipilih oleh Allah bagi keselamatan umat manusia.

Tambahan:

Saya mau menjelaskan juga bahwa Anda tidak akan pernah tahu seperti apa sukacita – sukacita yang tak terucapkan – sampai Anda menjalani arah tujuan ini. Seseorang bisa saja berkata, “Tidakkah hal itu akan sangat memberatkan? Bahwa segenap hidup kita dikerahkan dalam urusan demi orang lain, dan mati bagi orang lain?” Ini adalah pemikiran yang sangat membebani bagi manusia duniawi, bukankah begitu? Akan tetapi, ajaibnya, ini adalah satu-satunya jalur sukacita.

Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel menyangkut masalah psikologi dan psikiatri. Penemuan yang didapat oleh para psikolog dan psikiater itu adalah: Bahwa Anda baru bisa mencapai sukacita yang sempurna dan penuh jika Anda hidup secara altruistik, yaitu, hidup bagi kepentingan orang lain. Ajaib, bukankah demikian? Bahkan para psikolog sekarang ini mendapati bahwa seseorang yang hidup bagi dirinya sendiri tidak akan pernah bahagia. Orang yang hidup bagi kepentingan pribadinya tidak akan pernah memiliki sukacita. Itu sebabnya mengapa mereka yang melangkah bersama dengan Allah di dalam jalur yang memberi diri ini adalah orang-orang yang memiliki sukacita luar biasa.

Pernahkah Anda memberikan uang kepada pengemis? Ingatkah Anda betapa senang rasanya saat itu? Sungguh luar biasa! Wah! Anda tiba-tiba merasa senang. Sungguh indah! Karena pada saat itu, Anda berada dalam keadaan yang tidak egois. Dan di saat itu, Anda merasakan manisnya sukacita sejati. Hal ini dapat menjelaskan apa yang dimaksud oleh para psikolog itu.

Seorang psikolog terkenal, dulu mengajar di University of Montreal, Hans Selye, menyebut hal ini sebagai [‘altruistic egoism‘, keegoisan yang altruistik]. Dia menyadari bahwa tak ada jalan untuk bisa memahami sukacita di dalam hidup manusia kecuali melalui tindakan memberi diri ini. Itu sebabnya dia merumuskannya dalam istilah ‘altruistic egoism’. Apakah maksudnya? Artinya adalah bahwa Anda tidak akan bisa berbahagia jika tidak hidup bagi orang lain. Altruisme berarti hidup bagi orang lain. Dan menurutnya demi kebahagiaan Anda sendiri, hiduplah bagi orang lain, karena tidak ada jalan lain untuk memperoleh sukacita. Bahkan para psikolog menyadari bahwa jika Anda tidak hidup demi orang lain, Anda tidak akan pernah memahami arti sukacita.

Seperti yang Anda ketahui, Rockefeller adalah salah satu orang terkaya di Amerika Utara. Pada usia 40, dia sudah menjadi orang yang kaya raya. Pada saat itu, rambutnya mulai menipis; dia sakit-sakitan dan sangat sengsara. Begitu menderitanya dia sehingga dia sempat merenungkan hal bunuh diri walaupun di saat itu dia sudah menjadi seorang pimpinan dari sebuah kerajaan bisnis. Dia tidak memiliki sukacita sama sekali, mungkin mirip dengan kawan saya yang sudah mencapai puncak karirnya. Suatu hari, dia memberikan sedikit uang kepada seorang miskin. Dan dia merasakan, untuk pertama kalinya, sukacita yang luar biasa di dalam hatinya, dia menyadari bahwa sumber dari kesengsaraannya adalah keegoisannya sendiri. Sebelumnya, dia tidak akan sudi memberikan uang bahkan sedolar pun dari jutaan dolar miliknya. Namun pada suatu hari dia memberikan beberapa dolar kepada orang miskin dan dia merasa sangat senang. Sebagaimana yang Anda ketahui, dia memutuskan untuk membangun sebuah yayasan amal, (Rockefeller Foundation) yang membantu orang-orang miskin dan yang kesusahan. Terjadi perubahan dalam pandangan hidupnya. Dia menjadi orang yang mengerti apa arti sukacita itu. Saat dia mulai merelakan uangnya, untuk pertama kalinya, dia mulai mengalami sukacita.

Jadi jangan mengira bahwa ketika Yesus berkata, “Pikullah salibmu dan ikutlah aku,” berarti Yesus sedang menyuruh kita masuk ke dalam kesengsaraan. Justru sebaliknya! Untuk pertama kalinya Anda akan mengalami sukacita rohani, jika kita melibatkan diri dalam pembangunan Yerusalem Baru yaitu pusat sukacita itu. Marilah kita berdoa semoga gereja menjadi kota kemuliaan Allah, menjadi benteng keselamatan sebagaimana yang seharusnya terjadi.